Sabtu, 10 Juni 2017

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Resume)

0



Dikatakan Anak berkebutuhan khusus atau ABK ketika seorang anak membutuhkan layanan pendidikan yang khusus agar potensinya dapat optimal sebagai manusia.
Istilah terkait anak luar biasa :

a. Disability (cacat)
Adanya bagian tubuh yang tidak ada. Selain itu bisa juga keterbatasan (ketidakmampuan) personal yang membatasi pelaksanaan fungsi seseorang.

b. Impairment (rusak)
Adanya bagian tubuh yang mengalami kerusakan. Seperti misalnya buta dll.

c. Handicap
Ketidakmampuan akibat disability atau impairment. Seperti contoh anak yang buta sulit untuk mengenal pola.

d. At Risk (beresiko)
Anak yang memiliki peluang untuk terkena kerusakan atau beresiko untuk berkebutuhan khusus. Seperti contoh, anak yang tinggal di  pinggir rel kereta api at risk atau beresiko terkena tuna rungu.

Gangguan Indra
Gangguan indra mencakup gangguan atau kerusakan penglihatan dan pendengaran.
Gangguan Penglihatan
1 dari 1000 murid menderita gangguan visual serius dan dikategorikan rusak penglihatannya. Ini termasuk urid yang low vision dan murid buta. Anak-anak yang menderita low vision punya jarak pandang  antara 20/70 dan 20/200 (pada skala Snellen di mana angka normlnya 20/20) apabila di bantu lensa korektif. Anak low vision dapat membaca buku dengan huruf besar-besar atu dengan bantuan kaca pembesar.

Anak yang “buta secara edukasional”  (educationally blind) tidak bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan sentuhan untuk belajar. Kira-kira 1 dri 3000 anak tergolong educationally blind. Hampir setengah dari anak jenis ini dilahirkan telah dalam keadaan buta dan sepertiganya mengalami kebutaan pada tahun-tahun awal kehidupan mereka. Banyak anak buta ini punya kecerdasan normal dan berprestasi secara akademik apabila diberikan dukungan dan bantuan belajar yang tepat. Namun, multiple disabilities seing kali bukan hal yang aneh dalam diri murid yang tergolong educationally blind. Murid yang menderita bermacam-macam ketidakmampuan ini sering kali membutuhkan berbagai macam bantuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka.
Salah satu tugas penting untuk mengajar anak yang menderita ganggun atau kerusakan penglihatan ini adalah menentukan modalitas (seperti sentuhan atau pendengaran) yang dengannya murid dapat belajar dengan baik. Anak yang lemah penglihatannya akan lebih baik disuruh duduk di bangku paling depan di kelas.
Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli dari lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemmpuan berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas reguler. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori: pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain menggunakan membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan sejenisnya. Pedekatan manual adalah dengan bahasa isyarat dan mengeja jari (fiinger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata. Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata.

Sekolah Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
1. SLBA : Tuna netra (usia 3-7 tahun, tidak lebih dari 14 tahun, perlu rekaman dari dokter mata).
2. SLBB : Tuna Rungu (usia 5-11 tahun, perlu rekaman dari dokter THT)
3. SLBC : Tuna Grahita (IQ 50-75, perlu keterangan ahli dan psikolog)
4.  C1  : Tuna Grahita (IQ 25-50, usia 25-50, perlu keterangan ahli dan psikolog)
5. SLBD : Tuna Daksa (untuk IQ normal, perlu keterangan dari otopedi dan syaraf)
6.   D1  : Tuna Daksa (untuk IQ dibawah rata-rata, usia 3-9 tahun, perlu keterangan dari otopedi dan
syaraf).
7. SLBE : Tuna Laras (anak memiliki kesulitan menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan, umur antara 6-18 tahun)
8. SLBG : Tuna Ganda (perlu keterangan dari dokter dan psikolog).

Ket :
1. Tuna Rungu (kesulitan mendengar )
2. Tuna Netra (kesulitan melihat)
3. Tuna Grahita (mental)
4. Tuna Daksa (fisik)
5. Tuna Laras (masalah dengan perilaku)
6. Tuna Ganda (memiliki lebih dari 1).



Pengelolaan Kelas (Resume)

0



Mengapa kelas perlu dikelola secara efektif

Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid. Para pakar dalam manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas.  Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tanduk murid.  Pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengem-bangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri. Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran pada mikiran,  konstruksi pengetahuan sosial. 
Tren manajemen kelas lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisplin diri dan tidak terlalu menekankan p kontrol eksternal atas diri murid. Secara historis,  dalam mengelola kelas,  guru dianggap sebagai pengatur.  Dalam tren yang lebih menekankan pada pelajar,  guru lebih dianggap sebagai pemandu,  koordinator dan fasilitator. Model manajemen kelas yang baru bu kan mengarah pada mode permisif.  Penekanan pada perhatian dan regulasi diri murid bukan berarti guru tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kelas.
Kelas Padat,  Kompleks,  dan Berpotensi Kacau

Dalam menganalisis lingkungan kelas,  Walter Doyle(1986)  mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :

Kelas adalah multidimensional.  Kelas adalah setting untuk banyak aktivitas mulai dari aktivitas akademik seperti membaca,  menulis,  dan matematika sampai aktivitas sosial,  seperti bermain,  berkomunikasi dengan teman,  dan berdebat.  Guru harus mencatat jadwal dan membuat murid menuruti dengan jadwal.  Tugas harus diberikan,  dimonitor,  dikoleksi,  dan dievaluasi.  Murid punya kebutuhan individual yang lebih mungkin dipenuhi jika guru mau memerhatikannya.

Aktivitas terjadi secara simultan.  Aktivitas kelas terjadi secara simultan satu klaster(cluster murid mungkin mengerjakan tugas menulis,  yang lainnya mendiskusikan suatu cerita bersama guru,  dan murid lainnya mengerjakan tugas yang lain,  dan yang lainnya lagi mungkin berbicara tentang apa yang akan mereka lakukan setelah kelas dan seterusnya.

Hal hal terjadi secara cepat.  Kejadian sering kali terjadi di kelas dan mem butuhkan respons cepat.  Misalnya,  dua murid berdebat tentang kepemilikan sebuah buku catatan,  seorang murid mengeluh bahwa murid lain menyontek jawabannya,  ada murid yang mendahului giliran,  ada yang mencoret tangan  nya dengan pena,  dua murid tiba-tiba bertengkar saling mengejek

Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi.  Meskipun Anda membuat rencana dengan hati-hati dan rapi,  kemungkinan besar akan muncul kejadian di luar rencana:  alarm kebakaran berbunyi;  seorang murid sakiti dua murid berkelahi,  komputer rusak;  pertemuan tak terduga,  pemanas rusak di musik dingin,  dan sebagainya.


Hanya ada sedikit privasi.  Kelas adalah tempat publik di mana murid melihat bagaimana guru mengatasi masalah,  melihat kejadian tidak terduga,  dan mengalami frustrasi.  Beberapa guru melaporkan bahwa mereka merasa di atas bara api"  atau terus-menerus dipelototi.  Apa-apa yang terjadi dalam diri satu murid dilihat oleh murid lain,  dan murid lain itu membuat atribusi tentang apa yang terjadi.  Dalam satu kasus,  mereka mungkin memandang bahwa guru tidak adil dalam memberi hukuman.  Dalam kasus lain,  mereka mungkin mengapresiasi sensitivitas guru terhadap perasaan murid.

Kelas punya sejarah.  Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu. Mereka ingat bagaimana guru menangani perilaku yang bermasalah di awal tahun, dimana guru bersikap pilih kasih,  dan bagaimana cara guru menepati janjinya.  Karena masa lalu memengaruhi masa depan,  adalah penting bagi guru untuk mengelola kelas dengan cara yang mendukung ketimbang melemahkan pembelajaran esok hari.  Ini berarti bahwa minggu pertama tahun sekolah adalah penting untuk membangun prinsip manajemen yang efektif.

Andragogi dan Pedagogi (Resume)

0



Andragogi berlaku bagi segala bentuk pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam rancangan program pelatihan organisasi, khususnya untuk domain keterampilan lunak (soft skill), seperti pengembangan manajemen. Seni mengajar  orang dewasa berlaku disemua tempat, ketika peserta didik atau warga belajarnya menunjukkan tanda-tanda kedewasaan yang baik. Dengn demikian aplikasi andragogi berlaku di ruang ruang khusus, pelatihan, pembekalan, pembimbingan khusus, bimbingan profesional, pemberantasan buta aksara, keaksaraan fungsional, dan lain-lain.
Istilah andragogi seringkali dijumpai dalam proses pembelajaran orang dewasa (adult learning),  baik dalam proses pendidikan nonformal (Pendidikan Luar Sekolah) maupun dalam proses pembelajaran pendidikan formal. Pada pendidikan nonformal teori dan prinsip andragogi digunakan sebagai landasan proses pembelajaran pada berbagai satuan, bentuk dan tingkatan (level) penyelenggaraan pendidikan nonformal. Pada pendidikan formal andragogi seringkali digunakan pada proses pembelajaran pada tingkat atau level pendidikan menengah atas.Namun demikian dalam menerapkan konsep, prinsip andragogi pada proses pembelajaran sebenarnya tidak secara mutlak harus berdasar pada bentuk, satuan tingkat atau level pendidikan, akan tetapi yang paling utama adalah berdasar pada kesiapan peserta didik untuk belajar.
Dugan (1995) mendefinisikan andragogi lebih pada asal katanya, andragogi berasal dari Bahasa Yunani. Andra berarti manusia dewasa, bukan anak-anak, menurut istilah, andragogi berarti ilmu yang mempelajari bagaimana orang tua belajar. Definisi tersebut sejalan dengan apa yang diartikan Sudjana (2004), disebutkan bahwa, andragogi berasal dari bahasa yunani "andra dan agogos". Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin atau membimbing, sehingga andragogi dapat diartikan ilmu tentang cara membimbing orang dewasa dalam proses belajar . Andragogi juga sering diartikan sebagai seni dan ilmu yang membantu orang dewasa untuk belajar (the art and science of helping adult learn). Definisi tersebut sejalan dengan pemikiran Knowles dalam Srinivasan (1977) menyatakan bahwa: andragogi as the art and science to helping adult a learner.
Pada konsep lain andragogi seringkali didefinisikan sebagai pendidikan orang dewasa atau belajar orang dewasa. Definisi pendidikan orang dewasa merujuk pada kondisi peserta didik orang dewasa baik dilihat dari dimensi fisik (biologis), hukum, sosial, dan psikologis. Istilah dewasa didasarkan atas kelengkapan kondisi fisik juga usia, dan kejiwaan, disamping itu pula orang dewasa dapat berperan sesuai dengan tuntutan tugas dan status yang dimiliknya.
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik di sekolah, perlu memiliki
seperangkat ilmu tentang bagaimana ia harus mendidik anak. Guru bukan hanya sekedar
terampil dalam menyampaikan bahan ajar, namun disamping itu ia juga harus mampu
mengembangkan pribadi anak, mengembangkan watak anak, dan mengembangkan serta
mempertajam hati nurani anak. Pedagogi merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak. Pendidikan mengandung tiga aspek, yaitu mendidik, mengajar dan melatih, dan di bawah ini akan diuraikan perbedaan antara ketiga aspek tersebut, yaitu perbedaan antara mendidik, mengajar dan melatih.

Pendidikan dalam arti khusus
Pedagogi merupakan kajian pendidikan. Secara etimologi berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogi ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”.
Jadi pedagogi adalah Ilmu Pendidikan Anak Langveld (1980) membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak , mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Dalam bahasa Inggris istilah pendidikan digunakan kata “education”, biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan alasan, bahwa di sekolah tempatnya anak dididik oleh para ahli yang khusus mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi. Kata education berhubungan dengan kata Latin “educere” yang berarti “mengeluarkan suatu kemampuan” (e = Keluar, ducere = yang memimpin), jadi berarti membimbing untuk mengeluarkan suatu kemampuan yang tersimpan dalam diri anak. Kata “educere” kita temukan dalam kata konduktor, yaitu seseorang yang “memimpin kereta api dalam perjalanan (kondektur)”. Dalam ilmu listrik, konduktor ialah bahan (biasanya logam) yang dapat “membawa aliran listrik. Dalam bahasa Belanda kita temukan untuk pendidikan akta “opvoeden” (op = ke atas, voeden = memberi makan) disini memberi makan diambil kiasannya, yaitu memberi makanan rohani untuk meningkatkan kecakapan dan derajat seorang anak.
Dalam bahasa Jerman untuk mendidik dipakai kata “orziehen” (or = keatas, ziehen = menarik) jadi “orziehen” yang berarti “menarik keatas” menggambarkan secara kiasan, bahwa mendidik itu meningkatkan (menarik keatas) kecakapan dan derajat seseorang. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Ahmadi dan Uhbiyati (1991) mengemukakan beberapa definisi pendidikan sebagai berikut :
a. Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
b. Menurut Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
c. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh Drijarkara (Ahmadi, Uhbiyati, 1991) bahwa :
a. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah – ibu – anak, dimana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawan.
b. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah – ibu – anak, dimana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya membudaya sendiri sebagai manusia purnawan
c. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah – ibu – anak, dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa melaksanakan sendiri sebagai manusia purnawan.
Menurut Drijarkara, pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan Ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna atau manusia purnawan (dewasa).

Dari uraian diatas, pedagogi pembahasannya terbatas pada anak, jadi yang menjadi objek kajian pedagogi adalah pergaulan pendidikan antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa, menurut Langeveld disebut “situasi pendidikan”. Jadi proses pendidikan menurut pedagogik berlangsung sejak anak lahir sampai anak mencapai dewasa (pengertian dewasa akan dijelaskan pada bagian pembahasan tujuan pendidikan). Pendidik dalam hal ini bisa orang tua dan/atau guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tua, membimbing anak yang belum dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri, agar anak dapat menjadi dirinya sendiri.

Sabtu, 08 April 2017

TESTIMONI PERKULIAHAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

0




            Baru 3 bulan kami, mahasiswa Psikologi USU ang. 2016 memasuki semester 2. Baru 3 bulan juga kami mempelajari psikologi pendidikan. Waktu semester satu, mata kuliah yang khusus di psikologi hanya Psikologi Umum saja, yang lain hanya B.Indo, Pkn, Agama, dll. Begitu masuk semester 2, kami “ditampar” pakai mata kuliah yang semua terkhusus pada psikologi wkwk, waah kalo masa awal-awal semeter 2 itu buanyaaaak banget tugas (termasuk tugas Psikologi Pendidikan) sampe bikin saya tidur jam 3 pagi dan bangun jam 6 pagi juga wkwk dan sampai di batas kekuatan saya, akhirnya saya tumbang semingguan hohoho tapi itu bukan apa-apa sih, masih awal semester 2, belum lagi semester-semester kedepannya.
            Kuliah Psikologi Pendidikan itu sesuatu yang baru bagi saya, dan menurut saya, Dosen Pengampu Psikologi Pendidikan menyampaikan mata kuliah ini sangat baik ke kami. Setiap dosen menyampaikan mata kuliah nya berbeda-beda, seperti ibu Rr. Lita Hadiati Wuandari, M.Si, Psikolog misalnya, beliau selalu memberikan “reward” kalau kami bertanya, dan menjawab. Reward nya itu enak-enak loh *snack*, dan selalu ada “pemanasan” *joget2* gitu sebelum mulai kuliah,  seruuuuu banget kelasnya. Ngga kalah sama Dosen-dosen Pengampu lainnya. Pokoknya, mata kuliah ini dikemas dengan ringan sehingga kami pun tidak kesulitan untuk memahaminya. Yaa walaupun ada 1 atau 2 hari yang menegangkan sih hihi tapi itu pure karna kesalahan kami, kami ngga baca mteri sebelum kuliah, yang mana baca materi sebelum kuliah itu hukumnya wajib bangett.
            Oia, salah satu tugas yang menarik iu, kami disuruh mengobservasi di sekolah-sekolah lohh. *berasa kaya jadi peneliti beneran cieee*. Dari Tk-Smk, semua kelompok dapet 1 pilihan. Nah, kelompok kami milih sekolah Smp. Dan Smp yang kami pilih itu, SMP Muhammadiyah 57 Medan. Namanya juga observasi, jadi ya cuman ngeliat-ngeliat gitu aja dari jauh, tapi kami di kasih kesempatan sama pak Kepsek buat ngobrol2 sama murid dikelas. Deg... sempet bingung kan siapa yang mau ngomong. Dengan gagah berani, udelmu faz aku bilang ke temen2 yaudah aku aja yang ngomong. Karna aku suka anak kecil, dan aku udah sedikit terbiasa ngomong di depan umum karna udah dilatih di OSIS Sma. Daaan ya gitu deh, mengalir gitu aja kek air. Kelasnya seru dan kami kebanyakan ketawa-ketawa sama mereka hihihi. Pokoknya seru deh. Mata kuliah psikologi pendidikan ini seruuuuuu abis. Dan ngga sabar buat tugas-tugas yang lebih menantang kedepan. Sampe sini dulu ya reader, semoga bisa meyakinkan kalian yang masih bimbang mau masuk psikologi. ^_^

Selasa, 04 April 2017

Laporan Hasil Observasi Kelompok 6 Psikologi Pendidikan

0

Selasa, 04 April 2017



Diposkan oleh Fazira Aprilia


Topik : Pembelajaran Observasional pada Usia Remaja
Judul : Pembelajaran Observasional pada Siswa SMP Muhammadiyah 57

BAB 1
PERENCANAAN
1.1 PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang paling terpenting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan merupakan proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untukdapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi orang yang terdidik itu penting.Bukan tidak ada alasan pemerintah memberlakukan aturan wajib 12 tahun. Dengan waktu 12 tahun, diharapkan individu akan mampu melatih kemampuan mereka dan siap untuk bekerja. Masa remaja awal atau masa ketika sekolah menengah pertama merupakan masa-masa transisi antara anak akhir ke tahap yang lebih tinggi yaitu masa remaja.
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen dan diperoleh dari pengalaman.Walaupun zaman semakin canggih namun masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia khususnya Medan yang masih menerapkan pembelajaran dengan teori atau hanya berfokus pada buku.Pembelajaran seperti ini, dapat menimbulkan kejenuhan atau kebosana pada remaja.Oleh karna itu, remaja membutuhkan pembelajaran yang dapat menarik atensi atau perhatian mereka sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar.Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran observasional. Pembelajaran observasional atau observational learning adalah pembelajaran dengan cara melihat perilaku orang lain atau modeling.

1.2 LANDASAN TEORI

1.2.1 Sejarah dan Tokoh
Albert Bandura tumbuh di Alberta Utara, Kanada, adalah salah satu tokoh utama teori kognitif sosial. Setelah mendapatkanPh.D.-nya dari lowa pada 1952, Bandura masuk Stanford University, dimana dia menghabiskan seluruh karier akademisnya di sana. Di Stanford, Bandura mulai meneliti proses interaktif dalam psikoterapi; dan juga meneliti pola keluarga yang menimbulkan keagresifan pada diri anak-anak. Studi pada penyebab agresi keluarga, dilakukan dengan kerja sama dengan Richard Walters –mahasiswanya –mengidentifikasikan peran utama modeling (belajar melalui pengamatan terhadap orang lain). Temuan ini dan penelitian laboraturium lanjutan terhadap pemrosesan modeling dituangkan dalam buku Adolescent Aggression (Bandura & Walters, 1959) dan Social Learning and Personality Development (Bandura & Walters, 1963). Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965) yaitu studi Boneka Bobo Klasik mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum. Poin penting dari studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Pembelajaran observasional Bandura ini merupakan bukti dimensi kehidupan yang tidak dapat dihindari. Anak bisa belajar bahasa dengan mengobservasi orang tua, guru,teman, dan orang lain berbicara. Dalam menempuh pendidikan formal, pembelajaran observasional merupakan salah satu cara yang baik bagi siswa agar mereka lebih mudah mempelajari sesuatu dengan mengamati model yaitu guru.

1.2.2 Remaja
Remaja (adolescence) adalah transisi dari masa anak-anak ke usia dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia sepuluh tahun atau dua belas tahun sampai ke usia delapan belas atau dua puluh tahun.
Ciri-Ciri Perkembangan Remaja
Perkembangan remaja terlihat pada ciri-ciri sebagai berikut :
Perkembangan Biologis
Perubahan fisik pada pubertas merupakan hasil aktifitas hormonal dibawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder.
Perkembangan Emosional
Remaja mulai sering marah-marah atau berperilaku kasar, bersikap egois, suka memberontak, dan ingin selalu diperhatikan.
Perkembangan Kognitif
Remaja mulai berfikir abstrak dan remaja juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi.
Perkembangan Spiritual
Remaja mampu memahami konsep abstrak dan menginterpretasikan analogi serta simbol-simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi dan berfikir secara logis.
Perkembangan Sosial
Remaja harus membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari kewenangan keluarga. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat terhadap teman dekat dan teman sebaya.

1.2.3 Pendidikan Remaja
Masa remaja (adolescence) adalah periode transisi manusia dari masa kanak-kanak (childhood) ke masa dewasa (adulthood).Adolescence merupakan masa remaja awal berusia 11-14 tahun.Usia ini biasanya remaja sedang mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Remaja yang baru duduk di bangku SMP harus menyesuaikan diri dalam pembelajaran dan lingkungannya karena ini sangat berbeda saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).Dalam hal ini peran orang tua dan sekolah sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak dalam berpikir dan berperilaku.
Sekolah adalah pengalaman pengorganisasian sentral dalam kebanyakan remaja. Sekolah menawarkan kesempatan kepada remaja untuk belajar informasi, menguasai keterampilan baru, dan mempertajam yang lama; untuk berpartisipasi dalam olahraga, seni, kegiatan lainnya; untuk mengeksplorasi pilihan kejuruan; dan untuk memperluas cakrawala intelektual dan sosial.
Dalam observasi yang kami lakukan di SMP Muhammadiyah 57 Medan, sekolah ini sangat memperhatikan tumbuh kembang murid dalam belajar.Murid merupakan prioritas utama bagi mereka yang harus dididik secara langsung.Sekolah ini mempraktikkan sistem pembelajaran observasional agar anak cepat mudah memahami pelajaran.Sebaliknya, pelajaran yang menggunakan teori sedikit. Strategi pembelajaran observasional ini guru yang mempraktikkan langsung kepada murid dan murid mencontohkan apa yang dipraktikan guru.

1.2.4 Pembelajaran Observasional
Teoretikus sosial kognitif menggunakan berbagai prinsip teoretis ini untuk memahami dua aktivitas psikologis utama, atau yang akan disebut di sini sebagai dua fungsi psikologis: (1) menguasai pengetahuan dan keterampilan baru, khususnya melalui proses belajar observasional, dan (2) menggunakan kontrol, atau regulasi diri, terhadap tindakan dan pengalaman emosional sendiri. Teori sosial kognitif menjelaskan bahwa orang dapat belajar dengan hanya mengobservasi perilaku orang lain.
Pembelajaran observasional juga dinamakan imitasi atau modeling, adalah pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Orang yang diamati disebut model.Modeling mengandung penguasaan informasi melalui observasi orang lain, tanpa secara langsung menyatakan pengamatan tersebut menginternalisasi seluruh gaya tindakan yang dihadirkan oleh individu lain. Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi dapat mengeliminasi pembelajaran trial and error yang disebut shapingatau successive approximation (aproksimal berurutan)yang membosankan.
Kemampuan kognitif memungkinkan orang untuk belajar bentuk perilaku kompleks hanya dengan mengamati model yang melakukan perilaku ini.Sebagaimana yang dipaparkan oleh Bandura (1956), orang-orang dapat membentuk representasi mental internal dari perilaku yang telah mereka observasi, dan kemudian dapat menggunakan representasi mental tersebut pada waktu mendatang.Belajar melalui pemodelan merupakan bukti dimensi kehidupan yang tidak dapat dihindari. Orang-orang belajar tipe perilaku apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dalam setting sosial yang berbeda dengan mengobservasi perilaku orang lain.
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965) mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum.Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja (performance).
Poin penting dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja.Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti mereka tidak mempelajarinya.Bandura percaya bahwa ketika murid mengamati perilaku tetapi tidak memberi respons yang dapat diamati, murid itu mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.

1.2.4.1 Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura
Sejak eksperimen awalnya, Bandura (1986) memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional. Proses itu adalah: atensi (perhatian), retensi, produksi, dan motivasi.
Atensi. Sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus memerhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model. Murid lebih mungkin memerhatikan model berstatus tinggi daripada model berstatus rendah. Dalam kebanyakan kasus, guru adalah model berstatus tinggi di mata murid.
Retensi. Untuk mereproduksi tindakan model, murid harus mengodekan informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga informasi itu bisa diambil kembali. Deskripsi verbal sederhana atau gambar yang menarik dan hidup dari apa yang dilakukan model akan bisa membantu daya retensi murid. Retensi murid akan meningkat jika guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas.
ProduksiMurid mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya, mereka tidak bisa mereproduksi perilaku model. Berlajar, berlatih, dan berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.
Motivasi.   Sering kali murid memerhatikan apa yang dikatakan atau dilakukan model, menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk meniru tindakan model, namun tidak termotivasi untuk melakukannya. Biasanya jika diberi insentif atau penguat, mereka melakukan apa yang dilakukan model.
Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu dibutuhkan agar pembelajaran observasional terjadi. Tetapi jika murid tidak meniru atau mereproduksi perilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang dapat menolong: (1) memberi imbalan pada model, (2) memberi imbalan pada murid, dan (3) memerintahkan anak untuk membuat pernyataan untuk memperkuat diri. 
 


1.2.5 Teaching Strategies: Menggunakan Pembelajaran Observasional Secara Efektif
·         Pikirkan tentang model tipe apa yang akan guru hadirkan untuk murid
Setiap hari, jam demi jam, murid akan melihat dan mendengar apa yang guru katakan dan lakukan. Murid akan menyerap banyak informasi dari guru, seperti kebiasaan baik dan buruk guru, dan aspek lainnya terkait perilaku guru tersebut.
·        Tunjukkan dan ajari perilaku baru
Guru sebagai demonstrasi yang menjadi contoh untuk pembelajaran observasional. Mendemonstrasikan bagaimana melakukan sesuatu adalah perilaku guru yang umum dijumpai di kelas. Saat mendemonstrasikan cara melakukan sesuatu, guru perlu menarik perhatian murid pada detail pembelajaran yang relevan. Demonstrasi guru juga harus jelas dan mengikuti urutan logika. Pembelajaran observasional dapat efektif terutama untuk mengajar perilaku baru (Schunk, 1996).
·        Pikirkan cara menggunakan teman sebaya sebagai model yang efektif
Guru bukan satu-satunya model di kelas. Murid bisa saja mengikuti kebiasaan baik dan buruk yang dilakukan teman-temannya melalui pembelajaran observasional. Ingat bahwa murid sering kali termotivasi untuk meniru model berstatus tinggi. Sebaiknya diberi model seorang murid berprestasi rendah yang berjuang dengan susah payah sampai bisa menguasai suatu perilaku (Schunk, 1996).
·        Pikirkan cara agar mentor dapat digunakan sebagai model
Murid dan guru memperoleh manfaat jika punya mentor yang berfungsi sebagai model kompeten dan bersedia membantu mereka mencapai tujuan. Sebagai guru, mentor bagi guru sendiri adalah guru yang lebih berpengalaman yang sudah lama mengajar dan punya pengalaman bertahun-tahun dalam menghadapi problem dan isu yang akan harus ditanggapi.
·        Cari tamu kelas yang akan memberikan model yang baik bagi murid
Untuk mengubah kehidupan kelas, undang tamu yang punya sesuatu yang berharga untuk dibicarakan atau ditunjukkan. Jika guru tak punya keahlian yang bisa membuatnya menjadi model untuk murid, luangkan waktu untuk mencari model yang kompeten dalam keahliannya atau melakukan perjalanan dengan membawa murid untuk melihat para ahli menunjukkan keahliannya.
·      Pertimbangkan model yang dilihat anak di televisi, video, dan komputer
Murid mengamati model saat mereka menonton acara televisi, video, film, atau layar komputer di kelas. Individu yang diamati dalam proses belajar observasional tidak harus seseorang yang secara fisik hadir. Dalam masyarakat kontemporer, banyak modelling  yang terjadi melalui media. Prinsip pembelajaran observasional berlaku untuk media ini. Hal ini memengaruhi sejauh mana pembelajaran observasional mereka.

1.3 Alat dan Bahan
-Kamera
-Notes
-Pulpen
-Handphone

1.4  Analisis Data
Data diperoleh langsung di lembaga pendidikan sekolah yang telah di tentukan. Data yang diperoleh akan diolah sesuai dengan teori pembelajaran observasional. Metode yang kami gunakan untuk memperoleh data  sebagai berikut :
·        Observasi
Kami mengambil data dengan mengobservasi secara langsung kegiatan pada siswa kelas 7A dan 7 B SMP Muhammadiyah 57 mulai dari masuk sekolah hingga pulang sekolah dan kami berfokus pada kegiatan siswa ketika sedang melakukan praktek di lapangan sekolah.
·        Wawancara
Kami juga sempat melakukan wawancara dengan sepuluh siswa 7 A dan 7 B SMP Muhammadiyah 57. Pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan adalah pertanyaan seputar tentang tingkat pemahaman belajar mereka dengan cara melihat guru mempraktekan materi pembelajaran atau belajar sendiri dengan membaca buku.

1.5 Sampel Penelitian dan Lokasi Pengambilan Data
Sampel : Siswa kelas 7A dan 7 B SMP Muhamadiyyah 57
Tempat : SMP Muhamadiyyah 57 Jl.Mustofa No.1, Glugur Darat I, Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara.

BAB 2
PELAKSANAAN

2.1 Sistematis Pelaksanaan Penelitian
Sekolah yang menjadi tempat pengambilan data kami adalah SMP Muhammadiyah 57 yang bertempat di Jl. Mustofa No.1, Glugur Darat I, Medan Tim, Medan. Berikut adalah susunan pelaksanaan kegiatan kami:
No.
Kegiatan
Tanggal
1.
Permohonan surat izin dari fakultas
15 Maret 2017
2.
Diskusi pemilihan topik dan judul
17 Maret 2017
3.
Diskusi perencanaan kegiatan
17 Maret 2017
4.
Meminta izin dan memperoleh izin dari SMP Muhammadiyah 57
18 Maret 2017
5.
Observasi
18 Maret 2017
6.
Pengolahan data
23 Maret 2017
7.
Diskusi kelompok
27 Maret 2017
8.
Pembuatan poster
30 Maret 2017
9.
Posting blog
04 April 2017


BAB 3
LAPORAN DAN EVALUASI DATA
3.1 Laporan
3.1.1 Sistematis Observasi
Kegiatan observasi kami lakukan pada hari Sabtu, 18 Maret 2017. Dengan sampel yang kami pilih adalah kelas 7 A dan kelas 7 B. SMP MUHAMMADIYAH 57 masuk pada pukul 07.15 WIB. Anak-anak sudah melakukan aktifitas seperti biasa yaitu berdoa dan mengaji terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran.
Kelas yang kami observasi adalah kelas 7 A. Pada pukul 08.00 WIB anak-anak sudah memulai pembelajaran yang diberikan oleh guru. Pada jam pelajaran pertama siswa kelas 7 A belajar sholat yang disimulasikan langsung oleh guru didepan siswa-siswanya dan guru memilih 2 siswa laki-laki secara acak untuk mengikuti gerakan yang dia contohkan. Dan terlihat bahwa rata-rata siswa kelas 7 A memperhatikan apa yang sedang diperagarakan oleh gurunya. Kami mewawancarai 10 dari mereka mengenai pembelajaran observasional, dan kesimpulannya mereka lebih menyukainya dan lebih mudah untuk dipelajari.
Dikelas 7 B, kegiatan pembelajarandilakukan dengan belajar individual dimana guru hanya memantau kegiatan siswanya. Dan terlihat siswa ada siswa yang belajar dengan serius dan ada siswa yang melakukan kegiatan selain belajar.


Lalu kami memakai waktu mereka untuk beberapa menit untuk bertanya apakah pembelajaran observasional lebih memudahkan mereka dalam memahami pelajaran, dan kami bertanya lebih khusus kepada 10 orang siswa dari kelas tersebut. Dan mereka mengatakan pembelajaran secara observasional lebih menyenangkan karena siswa lebih mendapat arahan tentang pelajaran tersebut dan pembelajaran diluar kelas bagi mereka lebih menyenangkan karena mereka lebih bebas dari duduk yang membosankan didalam kelas.

Karena kegiatan observasi yang kami lakukan bertepatan pada hari sabtu, waktu pembelajaran lebih singkat yaitu hanya sampai pukul 10.00 WIB. Untuk hari Senin-Jumat pembelajaran dimulai pada pukul 07.15 WIB hingga pukul 16.00 WIB.
Pada tiap tingkat (kelas 7, kelas 8, kelas 9) memiliki kapasitas siswa di kelas yang berbeda-beda.Pada kelas 7 terdapat dua kelas yang berkapasitas 36 & 37 siswa ditiap kelas.Pada kelas 8 terdapat dua kelas yang berkapasitas 46 & 47 siswa ditiap kelas.Dan pada kelas 9 terdapat tiga kelas yang berkapasitas 43, 34 dan 20 siswa ditiap kelas.
Di SMP Muhammadiyah 57 salah satu sistem pembelajaran menerapkan pentingnya pembelajaran observasional kepada siswa-siswanya.Sekolah yang berjumlah 262 siswa ini memiliki sistem pembelajaran yang unik karena siswa tidak pernah diberi PR (pekerjaan rumah). Guru akan berperan begitu baik dalam menyampaikan pembelajaran dan siswa akan menggunakan waktu belajar dengan serius ketika disekolah dan dapat beristirahat ketika waktu pulang.

3.2 Evaluasi Data
Kepala sekolah SMP Muhammadiyah 57 jugamenerapkan  pembelajaran observasional agar membantu siswa-nya lebih mudah dalam memahami pelajaran yang dilihat langsung bagaimana praktik yang dilakukan oleh guru daripada membaca teori yang sulit dipahami apabila tidak dilihat secara langsung bagaimana mekanismenya. Menurut kelompok kami SMP Muhammadiyah menekankan pentingnya pembelajaran observasional dalam meningkatkan sistem pembelajaran siswa-siswanya.Karena dengan kemampuan kognitif yang mereka miliki memungkinkan mereka untuk mempelajari sesuatu dengan mengamati model yaitu guru. Dari hasil wawancara kami dengan 10 siswa kelas 7A SMP Muhammadiyah 57, 10 dari mereka lebih menyukai dan mudah memahami materi dengan pembelajaran observasional daripada pembelajaran dengan membaca buku dikelas, dan juga 10 siswa dari Kelas 7 B lebih menyukai pembelajaran observasional daripada harus terpaku pada pembelajaran individual. Seperti yang kami observasi pada saat itu, kelas 7A sedang belajar tentang bagaimana gerakan-gerakan dari sholat yang benar. Dengan mengamati model bagaimana gerakan sholat yang benar mereka jadi lebih paham bagaimana bentuk dari setiap gerakannya daripada membaca buku yang memberikan kalimat-kalimat yang susah mereka bayangkan bagaimana maksud dari kalimat dalam buku tersebut. Dengan melihat model yaitu guru mereka dapat mempraktikan gerakan sholat yang benar tersebut dalam sholat mereka daripada membaca buku yang mungkin membuat persepsi mereka berbeda dengan yang dimaksud oleh buku mengenai gerakan sholat yang benar. Seperti yang telah dibahas pada bab 2, Bandura memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional tetapi, yang akan kami sesusikan dengan siswa kelas 7 A dan 7 B adalah hanya 3 proses. Proses itu adalah :
·        Atensi : Sebelum siswa SMP Muhammadiyah dapat meniru model, mereka harus memperhatikan apa yang dilakukan dan dikatakan si model yaitu guru. Guru akan memberikan penjelasan dan praktik dari gerakan sholat yang benar sehingga murid harus memiliki atensi terhadap guru agar mereka memahami apa yang sedang diajarkan oleh guru. Murid lebih mungkin memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang berstatus rendah. Guru adalah model berstatus tinggi di mata siswa-siswa SMP Muhammadiyah 57.
·    Retensi : Untuk mereproduksi tindakan model, murid harus mengodekan informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga informasi itu bisa diambil kembali. Deskripsi verbal sederhana atau gambar yang menarik dan hidup dari apa yang dilakukan model akan bisa membantu daya retensi murid. Retensi siswa akan meningkat jika guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas. Guru kelas 7A memberikan contoh langsung kepada siswa-siswa SMP Muhammadiyah 57 sehingga retensi pada mereka meningkat.
·       Motivasi : Sering kali anak memperhatikan apa yang dikatakan atau dilakukan model, menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk meniru tindakan model, namun tidak termotivasi melakukannya. Guru kelas 7A yang memberikan contoh mengatakan “kalian harus memperhatikan saya dengan baik bagaimana gerakan-gerakan sholat yang benar. Nanti ketika saya sudah selesai memberikan contoh langsung bagaimana gerakan-gerakan sholat yang benar itu, bagi kalian yang dapat mempraktikan ulang gerakan yang sudah saya ajarkan, maka kalian boleh beristirahat duluan sehingga kalian memiliki waktu istirahat sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Semakin cepat kalian maju kedepan untuk mempraktikannya semakin banyak waktu istirahat yang kalian miliki”. Ketika guru memberikan insentif atau penguat (diperbolehkan istirahat duluan apabila bisa mempraktikan ulang gerakan sholat yang di contoh-kan oleh guru), mereka lebih termotivasi untuk melakukan apa yang dilakukan model.

3.3 Testimoni
Rossy A Dalimunthe (161301176)
Kegiatan observasi ke sekolah ini adalah tugas observasi pertama saya dari mata kuliah psikologi pendidikan.Sehingga saya sangat semangat untuk melaksanakannya. Saya senang dengan kegiatan ini karena dapat lebih meluaskan wawasan saya dan membuat saya lebih bisa berkomunikasi dengan orang lain, dan mengamati tingkah laku murid-murid di dalam kelas. Menurut saya, observasi dilakukan dengan baik karena murid-murid antusias dengan kedatangan kami dan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan kegiatan kami.
Hanan (161301187)
Saya begitu senang karena dapat melakukan observasi ke sekolah seperti ini, karena ini pengalaman baru yang saya dapat.bahagia rasanya melihat kecerian siswa siswi yang menyambut kami dengan hangat. kegiatan seperti ini akan menambah wawasan kami lebih sempurna.
Ayu Putri Nurjannah (161301190)
Kegiatan observasi ini merupakan tugas pertama yg diberikan dosen kepada saya.Saya sangat senang mengobservasi langsung ke sekolah.Saya jadi tau tentang sistem sekolah yg sangat memprioritaskan murid.Kegiatan ini sangat berpengaruh positif terhadap saya.Saya jadi lebih berani dan mendapatkan informasi yg selama ini tidak saya ketahui.Saya berharap di kemudian hari semoga tugas observasi yang diberikan lebih khusus tidak hanya mengamati dan mewawancarai.
Dinda Diana Yumna (161301191)
Ini merupakan kegiatan observasi pertama saya. Pengalaman pertama ini sangat menyenangkan bagi saya dan Alhamdulillah proses dari pengurusan surat, izin ke sekolah, diskusi kelompok semuanya berjalan lancar. Dengan materi yang diberikan diperkuliahan dan dapat menerapkannya langsung pada kegiatan observasi ini membuat saya jadi lebih bersemangat belajar.
Desri Rahmadiani (161301208)
Ini adalah pertama kalinya saya melaksanakan tugas observasi ke sekolah. Pihak sekolah yang kami kunjungi untuk observasi sangat terbuka menerima kami sehingga proses yang kami lalui tidak cukup sulit. Dari mulai persiapan surat dan izin observasi, kami tidak menghadapi kendala. Begitu juga dari pihak sekolah yang terlihat jelas  keramahannya. Melalui tugas ini, kami belajar untuk pintar mengamati dan mengobservasi, serta menambah wawasan dan pengalaman bagi saya.
Fazira Aprilia (161301224)
Tugas observasi dari mata kuliah pendidikan ini membuat pengetahuan dan pengalaman saya tentang observasi dalam dunia psikologi yang sesungguhnya. Bagaimana seharusnya kita bertindak sebagai peneliti sungguhan dan bagaimana cara kita untuk bertindak dengan pengurus sekolah agar dapat izin untuk mengobservasi muridnya. Pengalaman bertemu dengan kepala sekolah yang bukan seperti kepala sekolah pada "umumnya" yang memeberikan izin penuh kepada kami membuat saya makin bersemangat dalam meng-observasi. Semua pengalaman yang saya dapatkan nantinya akan sangat berguna untuk masa depan saya pribadi. Untuk itu, saya akan berusaha untuk memaksimalkannya.
Roudhotul Abadiah (161301229)
Karena ini adalah pengalaman pertama buat saya, jadi saya cukup antusias. Sekolah yang menjadi sampel observasi kami sangat menarik karena sekolah tersebut sangat terbuka dengan kedatangan kami sehingga kami dapat melakukan segala proses observasi dengan mudah. Kegiatan observasi seperti ini membuat kita lebih berani dan peka terhadap lingkungan sekitar,  terkhusus para pelajar di Indonesia.
3.4 Poster

DAFTAR PUSTAKA
Santrock, W. John.(2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group.
Pervin, Cervone, dan John. (2010). Psikologi Kepribadian: Teori dan Penelitian, Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana.
Santrock, W.John. (2012). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi Ketigabelas,  Jilid 1. Jakarta : Erlangga.